Jumat, 23 November 2007

Alasan itu selalu bisa dibuat, kan?


Alasan itu selalu bisa dibuat, kan?

Akan selalu saja ada alasan untuk melogiskan sebuah penolakan.
Akan selalu saja ada alasan untuk melakukan sesuatu yang tidak baik.
Akan selalu saja ada alasan, untuk sebuah kejahatan... jadi "seolah-olah" benar. Yah jadi "seolah-olah" tepat.

Kenapa kamu kok ga dateng ke meeting ini?
Duuuh sibuk, kurang enak badan, kecapean, de el el...
Kamu ini nampaknya bener2 sibuk kerja sekali ya?
Yah begitulah
Tapi kok masih sempet jalan2, chatting, ngobrol?!?

Contoh lain....
Kenapa kok kamu ga masukin orang ini dalam teammu?
Dia ga punya pengalaman apa2, kita kan perlu orang yang memenuhi kualifikasi dong.
Orang yang ini sangat capable kok, kenapa kamu ga terima?
Yah qta kan mau berikan kesempatan pada orang2 baru.

Kenapa kok kamu berbuat begitu "kejam" ke orang itu?
Ini demi kebaikan dia kok. Supaya dia sadar akan kesalahannya...

Kenapa kok kamu sering banget datang telat?
Bus macet, kesiangan banyak kerjaan jadi begadang sampai pagi, dan beraneka alasan lainnya.

Sebuah alasan bisa saja logis dan bisa diterima akal sehat ketika sekali dua kali alasan itu disampaikan. Setelah itu jika kesalahan serupa masih terjadi berarti masalahnya bukan alasan. Masalah dah ada di tingkat karakter...

Bahkan untuk hal2 yang jelas salah, mungkin aja kalo mau dirasionalisasi dan dilogiskan bisa kok...

Kenapa kok kamu mencuri barang orang? Itu kan dosa...
Dia terlalu kaya. Saya melakukan ini demi pemerataan pendapatan dan keadilan sosial.

Kenapa kok kamu membunuh?
Saya tolong orang itu supaya cepat bertemu dengan Tuhan-Nya.

Kenapa kamu berpoligami?
Ini untuk mengetes kesetiaan dan kemurnian hati pasangan saya.

dan lain-lain... dan lain2...

Semuanya relatif... Meski sesungguhnya untuk sesuatu yang salah tetap haruslah salah adanya...

Sikap yang tidak komit tetaplah tidak komit. Itu ada di masalah karakter... Masalah ada di dalam diri orang, bukan di luar...

Perkara menolak tetaplah menolak...
Betapapun kita mencoba merasionalisasi segala sesuatu menjadi terasa logis. Mencari-cari alasan sedemikian rupa sehingga kelihatan valid dan objektif. Tetap saja sisi subjektivitas pastilah ada... Tidak mungkin dipungkiri, itu wajar dan itu normal kok. Bukan untuk disembunyikan... tp faktor itu toh masih mungkin untuk ditekan.

Ketika kamu berpikir bahwa kamu sudah cukup objektif dalam menilai orang, yah biasanya saat itulah kamu sama sekali bersikap tidak objektif.

Terkadang saya bertanya kenapa yah ngga banyak orang mau mengakui kelemahan diri... dan berkata...
Ini salah saya, saya akan memperbaiki diri dari posisi yang ada sekarang.. Saya keliru, maafkan saya. Yah memang jarang ada kata2 semacam itu yang diucapkan dengan tulus, bukan sekedar basa-basi untuk menarik simpati.

Kenapa sih ya manusia harus mencari alasan?

Yah, mungkin saja karena memang manusia itu tak pernah mau disalahkan... Lagian, untuk setiap kesalahan... alasan itu selalu bisa dibuat, kan?? seperti keadaan kepemimpinan dan masyarakat indonesia saat ini sering membuat alasan untuk membenarkan yang salah... ayo kita mulai gerakan kembali ke hati nurani, untuk diri sendiri, masyarakat, dan bangsa indonesia....mari sukses bersama...

"lebih baik mengakui kelemahan dan kesalahan untuk diperbaiki, daripada menutupi yang akan membodohkan kita terus...."

" Ayo akuilah kelemahan kita untuk kebaikan kita, Beranilah berkata jujur walau itu menyakitkan"


1 komentar:

Anonim mengatakan...

setuju..orang yang selalu banyak alasan akan selalu mempersalahkan sekitarnya..

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting