Kamis, 13 Desember 2007

Pikiran adalah permukaan hati


Pikiran adalah permukaan hati

JANGAN pernah berkata benci, kotor, atau berpikir busuk. Itu nasihat nenek
saya. "Nanti, kalau ada setan lewat, bisa terjadi sungguhan," katanya.
Saya cuma mesem, cenderung menyepelekan petuah itu. Maklum, di mata saya,
orang sepuh itu suka berpikir aneh, termasuk yang tidak masuk akal.

Pokoknya, ucapan Nenek yang membawa nama setan, jin, dan malaikat saya
ibaratkan angin lalu. Tak perlu digubris. "Ya, sudah, kalau tak percaya,"
katanya. Esoknya, petuah serupa diulang lagi, dan diulang lagi, walau sang
cucu selalu menertawakannya.

Belakangan, "pelajaran" dari Nenek itu ada benarnya, walau tidak mutlak
--karena menyertakan setan, jin, dan malaikat sebagai penyebab. Tampaknya,
Nenek yang buta huruf dan tak mau memaksakan kehendak itu lebih memahami
hidup. Memang, makin berakal seseorang, makin mudah ia memahami alasan
orang lain.

Ternyata, pikiran manusia itu bisa "disetel" sesuai dengan daya kehendak.
Mengumpat disertai kutukan bisa mewujud nyata jika dilakukan serius. Yang
merampas daya itu adalah keraguan. Keraguan merampas keberanian, harapan,
dan optimisme. Berpikir busuk, misalnya, bisa melecut ketidakserasian.
Berpikir buruk itu hanya menyengsarakan diri. Membuat suasana jadi muram.

Pernah, suatu ketika, famili saya rekreasi ke Baturaden, Purwokerto, Jawa
Tengah. Usai menghirup udara segar pegunungan, mereka kembali ke kota.
Jalanan menurun. Tiba-tiba, di balik setir mobil terlintas pikiran
negatifnya: "Belasan tahun saya membawa mobil tapi belum pernah merasakan
rem blong!"

Belum sampai 10 menit otaknya berpikir rem blong, rem yang diinjaknya
jebol sungguhan. Kendaraan meluncur deras. Syukurlah, dia tidak panik.
Tahap demi tahap gigi persneling dipindahkan ke gigi kecil. Begitu
terkendalikan, mobil dipinggirkan dan rem tangan ditarik. Ia menghela
napas panjang.

"Kok, berhenti," tanya istrinya. ''Lha, wong remnya blong," katanya.
''Kok, tidak bilang-bilang?" tanyanya lagi. Tentu saja tak perlu dijawab.
Sebab, jika fakta itu disampaikan, kepanikan dijamin akan menular ke
seluruh penumpang. "Tuhan masih melindungi kita," ujar dia.

Sebaliknya, pikiran yang positif dapat menghasilkan sesuatu yang sangat
mengagumkan. Ia dapat menguasai materi, objek, dan urusan. "Ia bahkan
dapat bekerja dengan sangat mengagumkan, yang orang tak dapat
menjelaskannya," tulis Hazrat Inayat Khan.

Pikiran dan perasaan manusia itu memiliki getaran kekuatan. Ketenangan dan
kedamaian hati seorang pawang, misalnya, mampu menjinakkan singa liar.
Pikiran singa itu "terpengaruh" oleh si pawang yang cinta damai. Begitu
pula dalam arena adu gajah di India. Daya pikir ribuan penonton
menghendaki agar hewan itu berkelahi. Keinginan itu direfleksikan pada
hewan hingga menimbulkan kekuatan --sekaligus hasrat untuk berkelahi.

Ada pula penjinak ular yang bertugas "membujuk" binatang melata itu keluar
dari sarangnya, tanpa musik. Pikiran penjinak yang direfleksikan pada ular
itulah yang menarik ular keluar dari persembunyian. Ada orang yang
mengusir lalat dengan merefleksikan pikirannya pada makhluk kecil
tersebut. Kekuatan yang mempengaruhi pikiran serangga itu merupakan bukti
adanya daya, bukan keistimewaan.

Ada pula kuda yang mampu memecahkan soal matematika rumit. Jawaban itu
merupakan refleksi pikiran pelatihnya yang diproyeksikan pada pikiran
kuda. Dalam proses mediumistik, suatu gagasan matematika diproyeksikan
pada pikiran kuda. Daya proyeksi dapat ditingkatkan dengan peningkatan
daya kehendak, pemikiran, atau perasaan. Inilah rahasia terbesar
kehidupan.

Bila pikiran tak jelas, misalnya, terganggu atau terlalu aktif, maka
pikiran tidak dapat mengantar refleksi secara utuh. Pikiran dapat
diibaratkan danau. Jika angin bertiup dan air beriak, maka refleksinya
menjadi tidak jelas. Sebaliknya, jika berair tenang, bisa merefleksikan
dengan jelas.

Pikiran adalah permukaan hati, dan hati adalah kedalaman pikiran. Apa yang
datang dari dalam menyentuh kedalaman, dan yang di permukaan hanya berada
di permukaan. Maka, jangan heran jika dua jiwa yang berhati penuh kasih
dan berperasaan halus bisa berkomunikasi melalui pikiran dan perasaan.
Jarak bukan halangan.

Maka, si Binu yang lama tak bersua, misalnya, tiba-tiba menelepon atau
muncul di depan mata hanya karena "terpikirkan" oleh teman karibnya.
Kebetulan? Tidak! Di dunia ini tak ada sesuatu yang bersifat kebetulan.
Seluruh perilaku pikiran mempengaruhi urusan hidup.

Daya pikir memang punya efek yang dahsyat. Pikiran yang panas membuat
"api" di sekitarnya, hingga orang-orang di dekatnya terbakar oleh "api"
tersebut. Sebaliknya, pikiran yang tenang dan damai memberi kesejukan pada
orang-orang yang berada dalam ruang lingkupnya.

Tentu, semua refleksi ini bukan karena ada setan atau malaikat lewat. Di
dunia ini, tiada suatu yang tanpa makna. Juga bukan kebetulan. Tidak
sebutir atom pun yang terlepas dari liputan dan rencana Allah. Hanya
karena kita tak memahami kehidupan di dunia ini, maka kita berada dalam
kegelapan.

"Sesungguhnya, di antara ilmu itu ada yang laksana mutiara tersembunyi, ia
tidak diketahui kecuali hanya oleh orang-orang yang mengenal Allah," kata
Nabi Muhammad SAW. (disarikan dari Gatra-WY)

SUMBER : Internet


0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Web Hosting